Jumat, 11 Januari 2013

STAINU (Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama)


PONDOK PESANTREN RIYADUSSALIKIN & STAINU 

Pesantren Riyadussalikin lahir untuk mewujudkan tatanan
masyarakat yang memiliki moralitas kuat menuju kapasitas intelektual yang shaleh/shalehah demi mengestafetkan ajaran Rasulullah SAW. Pesantren yang berlokasi di Jl. Paledah RT/RW 020/005 Dusun Patinggen II Desa Karangpawitan Kecamatan Padaherang Kabupaten Ciamis ini didirikan pada Tahun 1983 M./1403 H.

Pesantren Riyadussalikin didirikan oleh KH. Drs. Masruh Haeruman (Alm) beserta istrinya Hj. Siti Hasyaroh. Pendirian pesantren itu terinspirasi oleh keinginan masyarakat yang mendambakan adanya lembaga pendidikan sebagai pilar masyarakat.
KH. Drs. Masruh Haeruman sebagai Pengasuh Pertama Pondok Pesantren Riyadussalikin selama 20 tahun terus mengembangkan pesantren yang didirikannya. KH. Masruh menata Pondok Pesantren Riyadussalikin sesuai perkembangan zaman dan dinamika yang menghiasinya.
KH. Masruh wafat pada tanggal 4 Desember 2003 M./ 10 Syawal 1424 H. Setelah itu, tanggung jawab penuh pengelolaan Pondok Pesantren Riyadussalikin dilanjutkan oleh putra pertama KH. Masruh yaitu Kyai Luthfi Fauzi, S.HI., MM. sampai sekarang.
Dalam perjalanannya, cita-cita luhur masyarakat untuk menjadikan pesantren sebagai pilar moral tidak lagi menjadi komitmen bersama. Hal itu, seiring dengan bergesernya nilai-nilai filosofis dan kemanusiaan dalam pendidikan yang menjadi landasan suci. Saat ini, lembaga pendidikan bergeser pada komersialisasi pendidikan, biaya yang mahal dan pembelajaran yang terbatas.
“Merespon kondisi seperti itu, Pontren Riyadussalikin mengembalikan pendidikan ke-basisnya yaitu melestarikan ke-khasan pondok pesantren secara alamiah sesuai dengan ekonomi, sosial, budaya, tradisi dan nilai-nilai religius yang menjadi ikatan bathin, jiwa dan sumber-sumber hidup masyarakat. Meski secara normatif pesantren menghadapi dilema, antara keharusan mempertahankan jati dirinya dengan kebutuhan menyerap budaya baru yang datang dari luar pesantren,” ujar Kyai Luthfi beberapa waktu lalu di kediamannya.
Saat ini, Pesantren Riyadussalikin membuka Program Pendidikan Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA), Diniyah Takmiliyah Wustho (DTW), Santri Takhosus, Wajar Dikdas Salafiyah, Kesetaraan Paket C, Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU)
dan Majlis Taklim.
“Sementara itu, kegiatan ekstrakulikuler yang kami buka yaitu Pembinaan MTQ, Pembinaan Bahasa Arab & Inggris, Pembinaan Daíwah / Orasi, Sanggar Teather, Majalah Forum Komunikasi dan Intelektual Santri (FOKUS MAGAZINE), IMSAR ULUL ALBAB, Qosidah Rebana / Modern, Pembinaan Organisasi, Olahraga, Pelatihan-pelatihan Kejuruan dan Pelatihan Satuan Santri Bela Negara (SASBALAN),” ujar Kyai Luthfi.
Adapun sarana fisik yang tersedia, dikatakan Kyai Luthfi yakni Asrama putra dan putri permanen, Mesjid, Perkantoran, Perpustakaan, Ruang Pertemuan (Aula), Ruang Belajar, Ruang Kesenian, MCK Memadai, Waserda, Kantin dan DPU (Dapur Umum). ***

Tumbuhkan
Jiwa Enterpreneur
Pesantren sebagai pusat pendidikan agama islam dan pencetak kaum ulama harus diberdayakan. Hal ini, mewajibkan para kyai, pimpinan pesantren memiliki jiwa enterpreneur (kewirausahaan).
Mengingat akan hal itu, Kyai Luthfi Fauzi yang juga merupakan Ketua Forum Komunikasi Kyai dan Cendikiawan Muda Ciamis (FKKCMC) seringkali menggelar kegiatan yang membangun kesadaran para kyai agar mampu bersaing di tengah-tengah ketatnya persaingan dunia usaha. Kyai Luthfi kerap menggelar seminar yang menghadirkan narasumber kompeten baik para ahli, lembaga terkait dan praktisi usaha khususnya bidang pertanian.
“Wilayah Kabupaten Ciamis memiliki potensi besar untuk pengembangan agribisnis (pertanian). Oleh karena itu, pesantren pun, khususnya para kyai dan cendikian muda harus memberikan contoh yang baik kepada masyarakat dalam mengelola potensi pertanian,” ujar Kyai Lutfi dalam seminar tentang pertanian beberapa waktu lalu.
Sebelum memberdayakan masyarakat secara umum, menurut Kyai Lutfi,
pesantren harus menjadi
inisiator dan menjadi pusat pengembangan pertanian. Menurutnya, sudah saatnya pesantren memberi warna baru di tengah-tengah masyarakat. Misalnya, mengelola pertanian dengan teknologi modern dan manajeman profesional. (Feri Kartono/KP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar